Minggu, 07 Juli 2013

sejarah perjuangan Nusantara



SEJARAH PERJUANGAN NUSANTARA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Kunjungan ke Museum Ronggowarsito
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M. SI.
 










Disusun Oleh :
Firdha Naili Fitriyani                             ( 123311017 )
Iftitahul Hidayah                                   ( 123311021 )
Min Khatul Maula                                  ( 123311026 )
Muhammad Ali Riza Sihbudi                ( 123311029 )


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
SEJARAH PERJUANGAN NUSANTARA
I.         PENDAHULUAN
Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan bangsa Indonesia. Justru bangsa Indonesia harus waspada terhadap dua musuh sekaligus. Seperti yang telah diketahui bahwa setelah menyerah kepada sekutu pada tanggal 15 Agusutus 1945, Jepang diwajibkan menjaga dan mempertahankan status quo wilayah Indonesia sampai sekutu datang di Indonesia. Sementara, sebagai pihak yang memenangkan peperangan, sekutu merasa berhak menerima wilayah Indonesia dari tangan Jepang. Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa Indonesia unutk mewaspadai dua hal. Pertama, menghadapi Jepang yang harus menjaga status quo Indonesia sampai datangnya tentara sekutu. Kedua, mengahadapi kedatangan tentara sekutu yang bermaksud membebaskan tawanan perang dan sekaligus mengambil alih wilayah Indonesia dari tangan Jepang.
Peristiwa-peristiwa perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan rakyat Indonesia juga terdapat di Museum Ronggowaristo, Semarang. Perjuangan-perjuangan tersebut tergambarkan dalam beberapa miniatur-miniatur patung. Sedikit banyak gambaran-gambaran tersebut dapat membawa kita berpetualang di masa lalu dan seolah-olah kita benar-benar ikut dalam perisitiwa-peristiwa tersebut. Di Museum Ronggowarsito juga terdapat beberapa foto monumen-monumen bersejarah di Indonesia, terutama di Jawa Tengah yang didirikan untuk mengenang sejarah perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
Berdasarkan studi lapangan ke Museum Ronggowarsito pada hari Jum’at, tanggal 31 Mei 2013, kami menyusun laporan ini sebagai bahan untuk sedikit mengetahui apa yang ada di Museum Ronggowarsito yang berkaitan dengan “Sejarah Perjuangan Nusantara”. Semoga laporan ini dapat membawa kita berkelana ke masa lalu untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.       Apa saja bentuk-bentuk perjuangan bersenjata di Indonesia?
B.       Apa saja bentuk-bentuk perundingan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia?
C.       Apa saja monumen-monumen yang didirikan untuk mengenang sejarah perjuangan rakyat Indonesia?

III.   PEMBAHASAN
A.       Bentuk-bentuk Perjuangan Bersenjata
1.        Pertempuran Ambarawa, Tepatnya di Palagan Ambarawa Semarang
Pasukan sekutu mendarat di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel. Kedatangan mereka bertujuan untuk mengurus para tawanan dan melucuti tentara Jepang yang ada di Jawa Tengah. Mereka juga berjanji tidak mengganggu kedaulatan RI.
Pada awalnya kedatangan pasukan sekutu tersebut disambut dengan baik oleh rakyat Indonesia. Tetapi te nyata NICA memboncengi sekutu dan memboncengi sekutu dan bermaksud mengambil alih beberapa kota di Jawa Tengah, seperti Semarang, Ambarawa, Magelang. Hal ini yang memicu meletusnya pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menghadapi perlawanan tentara sekutu pada tanggal 26 Oktober 1945.
Pertempuran Ambarawa berlangsung dari tanggal 20 November 1945 sampai dengan tanggal 15 Desember 1945. Mayor Soemarto memimpin pasukan TKR menghadapi gempuran pasukan sekutu. Pada tanggal 22 November 1945 pasukan sekutu mengebom kampung-kampung di sekitar Ambarawa. Dalam pertempuran yang terjadi pada tanggal 26 November 1945, letnal Kolonel Isdiman, pimpinan TKR yang berasal dari Purwokerto gugur. Sejak saat itulah Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto, mengambil alih pimpinan pasukan. Di bawah pimpinan Kolonel Soedirman, pada tanggal 15 Desember 1945, pasukan kita berhasil memukul mundur pasukan sekutu hingga ke Semarang.
Sejak saat itulah nama Kolonel Soedirman semakin terkenal. Keberhailannya memukul mundur pasukan sekutu membuktikan bahwa TKR memiliki siasat tempur yang hebat. Untuk memperingati pertempuran Ambarawa tersebut, setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri. Selain itu di kota Ambarawa didirikan monumen yang diberi nama Palagan Ambarawa.
2.        Pertempuran Lima Hari di Semarang pada tanggal 14-19 Oktober 1945.
Pada tanggal 14-19 oktober 1945 di Semarang  pecah pertempuran antara para pemuda Semarang dengan tentara Jepang. Pertempuran ini berlangsung selama lima hari sehingga terkenal sebagai peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Peristiwa ini bermula dari tersiarnya kabar bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum di Candi Semarang. Dokter Kariadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit Rakyat memberanikan diri untuk memeriksa air minum tersebut. Akan tetepi, ketika dr. Kariadi sedang melakukan pemeriksaan, Jepang menembaknya sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat para Pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang. Dalam pertempuran ini kurang lebih 2000 pemuda kita gugur sebagai kusuma bangsa, sementara di pihak Jepang 100 serdadu tewas.[1]
3.        Jenderal Soedirman bergerilya, pada tanggal 19 Desember 1948 - 10 Juli 1949
Perang Geriliya merupakan bentuk peperangan yang tidak terikat secara resmi kepada ketentuan perang. Ciri-ciri perang Geriliya yang pernah dilakukan oleh bangsa Indonesia, antara lain :
a.         Menghindari perang terbuka
b.         Menghantam musuh secara tiba-tiba
c.         Menghilang ditengah lebatnya hutan
d.        Kadang dilakukan pada malam hari
e.         Menyamar sebagai rakyat biasa
Peraang gerilya yang dilakukan antara lain :
a.         Perang gerilya menghadapi agresi militer  Belanda I
Dengan sistem perang gerilya, TNI membangun kubu-kubu pertahanan di kawasan luar kota dan pegunungan. Masing-masing kubu pertahanan memiliki pemerintahan gerilya yang totaldan dinamis. tujuannya adalahmenghambatgerak laju musuh, sekaligus dapat mengadakan pengungsian dan bumi hangus total apabila musuh terus mendesak.
Sistem perang gerilya juga dipertajam dengan mengadakan strategi penyusupan kegaris belakang musuh. Setelah menyusup, TNI akan membentuk kubu pertahanan diwilayah musuh. Akibatnya medang perang gerilya akan menjadi semakin luas. Untuk penyusupan ini TNI memerintahkan Divisi Siliwangi untuk melakukan “Long March  ke Jawa Barat.
b.        Perang gerilya menghadapi agresi militer Belanda II
Sistem gerilya kembali di terapkan saat Belanda melancarkan  agresi militer II. Ketika presiden, wapres dan beberapa pembesar RI lainnya ditawan Belanda , Panglima Besar Jendral Sudirman masih terus melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan cara Gerilya. Tentara dan rakyat bekerja sama demi perjuangan nasional. Gerilyawan menggunakan taktik bumi hangus dengan cara membakar dan menghancurkan bangunan penting guna menghalangi pasukan Belanda. Saat itu daerah dalam kota di kuasai Belanda, sedangkan daerah luar kota dikuasai oleh Gerilyawan.
c.         Perang gerilya pada saat  serangan umum 1 Maret 1949
Puncak serangan gerilya kita adalah serangan umum atas kota Yogayakarta yang waktu iti di duduki Belanda. Dalam serangan yang di lancarkan pada tanggal 1 Maret 1949 pasukan kita berhasil memporak porandakan kekuatan Belanda. Yogyakarta dapat kita rebut dan kita duduki selama enam jam. Hasil serangan atas kota Yogyakarta disiarkan ke luar negeri  melalui radio gerliya di Wonosari
Serangan umum 1 maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari Brigade 10/wehr kreise 111 Yogyakarta dibawah pimpinan Letkol Soeharto. Keberhasilan serangan umum ini amat ditentukan oleh peran Sri Sultan Hamengku Buwono 1X yang memungkinkan kesatuan TNI menyusup kedalam kota Yogyakarta.
Serangan umum 1 Maret 1949 mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar, antara lain:
1)        Berhasil memuliahkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah RI dan TNI .
2)        Mempertebal semangat pasukan TNI lainnya yag sedang bergerilya.
3)        Memberi kekuatan bagi perjuangan yang ditempuh pemerintah melalui diplomasi.
4)        Menunjukkan kepada dunia internasional  bahwa TNI masih utuh dan kuat.
5)        Mematahkan semangat tempur pasukan Belanda.[2]

4.        G 30 S/PKI
Pemerintah Indonesia melakukan upaya penumpasan G 30 S/PKI dimulai tanggal 1 Oktober 1965. Oleh karena negara dalam keadaan gawat, Panglima Kostrad Mayjen Soeharto segera mengambilalih pimpinan Angkatan Darat dan melakukan koordinasi penumpasan G 30 S/PKI.
Pada tanggal 2 Oktober 1965, operasi penumpasan di arahkan ke pangkalan Halim Perdana Kusuma yang merupakan basis utama PKI. Pangkalan tersebut akhirnya berhasil dikuasai oleh pasukan RPKAD dan Batalyon 328 dalam waktu singkat. Operasi penumpasan selanjutnya berhasil menguasai daerah Lubang Buaya dan sekitarnya yang menjadi pusat latihan Pemuda Rakyat dan Gerwani. Dengan dikuasainya kembali kota Jakarta, usaha perebutan yang dilakukan yang dilakukan oleh G 30 S/PKI dapat digagalkan.
Operasi penumpasan G 30 S/PKI juga dilakukan di daerah, antara lain operasi penumpasan G 30 S/PKI di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangdam VII/Diponegoro Brigjen Suryosumpeno. Hal tersebut dilakukan karena G 30 S/PKI telah melakukan pemberontakan di Yogyakarta yang telah menculik dan membunuh Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono.[3]

5.        Pemberontakan DI/TII
Gerakan DI/TII di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan dipimpin oleh Amir Fatah yang didirikan pada tanggal 23 Agustus 1949 dengan tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia yang bergabung dengan DI/TII di Jawa Barat. Sementara itu di darah Kebumen juga muncul gerakan yang bernama Angkatan Umat Islam yang dipimpin oleh Kyai Somalangu. Untuk menukpas gerakan DI/TII di Jawa Tengah, pemerintah Indonesia melancarkan operasi militer Gerakan Banteng Negara dengan pasukannya yang bernama Banteng Raiders yang pada akhirnya berhasil menghancurkan gerakan DI/TII di Jawa Tengah.[4]

6.        Gerakan Tritura di Solo, pada bulan Januari 1966.
Usaha penumpasan G 30 S/PKI menunjukkan hasil yang memuaskan, kerjasama  ABRI dan rakyat telah berhasil melumpuhkan PKI. Akan tatapi secara politik PKI masih ada sebab PKI masih berdiri sebagai organisasi politik. Hal ini disebabkan Presiden Soekarno belum mengambil tindakan tegas untuk membubarkan PKI meskipun rakyat menghendaki presiden bertindak tegas terhadap PKI.
Dalam upaya menggalang massa menuntut pertanggungjawaban PKI, para mahasiswa membentuk organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1965. Pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam front Pancasila mendatangi DPRGR dan mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan Tri Tuntutan Rakyat.
Isi Tritura adalah :
a.         Bubarkan PKI.
b.        Bersihakan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI.
c.         Turunkan harga.[5]

B.       Bentuk-bentuk Perjuangan Melalui Jalur Perundingan
1.        Perundingan antara Indonesia dan Belanda dengan ketua dari Inggris Loro Rillearen di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946.
2.        Perundingan dan pendatanganan naskah persetujuan Linggarjati di Istana Riswijk (sekarang Istana Merdeka) pada tanggal 25 Maret 1947. Tugu batas status Quo menurut hasil perundingan Renville pada tanggal 8 Desember 1947 di Desa Karang Anyar Banjarnegara.
Kedatangan pasukan sekutu yang diboncengi oleh NICA ternyata mendapat perlawanan yang hebat dari rakyat Indonesia. Perlawanan yang gigih dari rakyat Indonesia tersebut mendorong Inggris untuk mengambil kesimpulan bahwa sengketa antara Indonesia dan Belanda tidak mungkin diselesaikan dengan perang. Untuk itulah Inggris berusaha mempertemukan antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda untuk duduk bersama di meja perundingan.
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya pada tanggal 10 November 1946 dilakukan perundingan antara pihak Indonesia dan Belanda. Perundingan tersebut berlangsung di daerah yang berada di Kabupaten Kuningan, sebelah selatan Kabupaten Cirebon. Dalam perundingan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Pedana Menteri Sutan Sahrir, sedangkan Belanda dipimpin oleh Van Mook. Adapun isi perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut:
a)        Belanda mengakui kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa, Madura, Sumatera
b)        Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda bersama-sama membentuk negara pederasi bernama Negara Indonesia Serikat yang terdiri atas : Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Kalimantan, dan
c)        Negara Indonesia Serikat dan Belanda merupakan suatu uni yang dinamakan Uni Indonesia-Belanda yang yang diketahui oleh ratu Belanda.
Atas dukungan komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pemerintah Republik Indonesia menyetujui isi Perjanjian Linggarjati. Akhirnya pada tanggal 25 Maret 1947, secara resmi dilakukan pendatanganan isi Perjanjian Linggarjati oleh pemerintah Republik Indonesia dan Belanda.
3.        Perundingan di atas kapal Renville di teluk Jakarta pada tanggal 8 Desember 1947.
Komisi konsuler diperkuat pula oleh personil militer Amerika Serikat dan Perancis yang bertindak sebagai peninjau militer. Mereka melaporkan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa tanggal 30 Juli 1947-4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih mengadakan gerakan militer. Akhirnya pihak Amerika Serikat mengusulkan agar dibentuk sebuah komisi jasa baik. Indonesia dan Belanda diberi kesempatan untuk menunjuk satu negara sebagai wakil untuk menjadi anggota komisi.
Pemerintah Indonesia memilih Australia, sedangkan Belanda memilih Belgia. Selanjutnya kedua negara yang terpilih tersebut memilih Amerika Serikat sebagai penengah. Australia diwakili ole Richard Kirby, Belgia diwakli oleh Paul van Zeeland, sedangkan Amerika Serikat diwakili leh Dr.Frank Graham. Komisi PBB yang terdiri dari tiga negara ini akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN).
KTN mulai bekerja di Indonesia pada bulan Oktober 1947. Setelah mengadakan pendekatan dengan pihak Indonesia dan Belanda, akhirnya disetujui untuk mengadakan perundingan. Perundingan tersebut dilaksanakan di atas geladak kapal USS Renville sejak 8 Desember 1947. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddi hdan Mr. Ali Sastroamijoyo. Sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo dan Mr. H.A.L Van Vredenburg. Adapun hasil perjanjian Renville adalah:
a)        Belanda hanya mengakui daerah Republik Indonesia atas Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Barat, dan Sumatera, dan
b)        Tentara Republik Indonesia harus ditarik mundur daerah-daerah yang telah diduduki Belanda.
Akhirnya hasil perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Republik Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geledak kapal USS Renville. [6]
4.        Perundingan antar KTN dengan RI di Kaliurang pada tanggal 3 Januari 1948.
Agresi Militer Belanda yang pertama ini menimbulkan reaksi yang keras dari dunia internasional, antara lain dari India dan Australia. Kedua negara tersebut mendesak agar masalah ini dibahas dalam Dewan Keamanan PBB, PBB kemudian membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda secara damai. KTN terdiri atas Australia (pilihan Indonesia) yang diwakili Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) yang diwakili Paul van Zeeland, dan Amerika Serikat (pilihan Australia dan Belgia) yang diwakili Frank Graham.
Pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba di Jakarta untuk memulai tugasnya dengan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap Indonesia dan Belanda. Keberhasilan ini terwujud dengan diselenggarakannya perundingan Renvile antara Indonesia dan Belanda tanggal 8 Desember 1947-17 Januari 1948. Perundingan Renvile ini menandai berakhirnya Agresi Militer Belanda I.[7]
5.        Penyerahan anggota TKR yang ditawan Belanda kepada RI di daerah Jawa Timur pada bulan Juni 1946.






C.       Monumen-monumen Yang Didirikan Untuk Mengenang Perjuangan Rakyat Indonesia dalam Mempertahankan Kedaulatan Bangsa
1.        Monumen penyerahan bendera Parajamya Purnakarya Nugraha dari presiden Soeharto kepada gubernur Jawa Tengah Soepardjo Roestam 1980.s

2.        Monumen perjuangan , Ds. Jangkungan, kec. Salatiga, kab. Salatiga.
3.        Monumen perjuangan, Ds. Gubug, Gubug, Grobogan.
4.        Monumen Tugu Muda, Ds. Bulu Lor, Semarang Barat, Semarang
5.        Monumen perjuangan Lomanis, di Lomanis, Cilacap, Cilacap.
6.        Monumen pencegahan Belanda di tepi Srayu daerah Banjarnegara.
7.        Monumen Palagan Ambarawa, di Ambarawa












IV.   ANALISIS
Peeristiwa-peristiwa perjuangan yang digambarkan dalam Museum Ronggowarsito mayoritas adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di Jawa Tengah. Hal ini mungkin bisa dimaklumi, karena Museum Ronggowarsito memang didirikan di Semarang, Jawa Tengah, sehingga seluk-beluk tentang Jawa Tengah lebih banyak tergambarkan dalam koleksi-koleksi di Museum Ronggowarsito ini.
Dalam peristiwa-peristiwa tersebut, dapat kita ketahui walaupun Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sudah dikumandangkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia masih belum sepenuhnya merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan datangnya Belanda dan sekutunya ke tanah Ibu Pertiwi dan mengadakan agresi militer untuk kembali menguasai tanah Nusantara yang kaya akan sumber daya alam. Rakyat Indonesia yang tidak terima tanah airnya kembali diinjak-injak oleh para penjajah melakukan perlawanan dengan mengadakan perlawanan-perlawanan di berbagai daerah, termasuk daerah-daerah di Jawa Tengah, seperti Semarang dan Ambarawa.
Tidak hanya lewat perjuangan bersenjata, Indonesia juga mengupayakan perjuangan lewat jalur diplomasi. Beberapa perundingan diadakan demi mempertahankan kedaulatan Indonesia, namun hasilnya banyak yang lebih merugikan Indonesia.
Sebenarnya, bila kita lihat di era sekarang ini, Indonesia jug masih belum bisa dikatakan sebagai sebuah negara yang “benar-benar” merdeka. Walaupun tidak seganas dan segarang penjajah di masa lalu, kita dapat merasakan bagaimana aset-aset penting negara kita dikuasai bangsa-bangsa asing. Perlahan tapi pasti, Indonesia “kehilangan” sumber daya alamnya sendiri karena “dibodohi” oleh bangsa-bangsa asing.
Salah satu contoh nyata adalah tergerusnya budaya Jawa oleh budaya kebarat-baratan yang dianggap lebih modern, keren, dan gaul. Padahal, dapat kita lihat sendiri, mayoritas buadaya barat tidak cocok dengan kepribadian masyarakat Jawa sesungguhnya, bahkan bagi orang Jawa, budaya mereka cenderung “tidak memiliki moral”. Sebagai orang Jawa, tentu kita juga harus melakukan perlawanan terhadap penjajahan budaya tersebut layaknya rakyat Indonesia dahulu yang mengusir para penjajah demi mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Tentu untuk melawannya bukan dengan cara seperti yang dilakukan oleh para pendahulu kita dengan berperang angkat senjata dan melkukan perundingan-perundingan. Yang perlu kita lakukan untuk tetap mempertahankan “kedaulatan” budaya Jawa di tanah Jawa tentu dimulai dari pribadi masing-masing. Kita haus mulai sadar kita memiliki budaya yang penuh akan filosofi dan patut untuk dijadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari. Apa yang kita dapatkan dari budaya-budaya barat belum tentu cocok untuk kita dan lingkungan kita, bahkan cenderung merusak moral kita yang telah susah payah dibentuk oleh leluhur-leluhur kita. Semua tergantung dari kita sendiri. Jika para pendahulu kita bisa mempertahankan kedaulatan NKRI yang pernah diacak-acak oleh para penjajah, mengapa kita tidak bisa mempertahankan “kedaulatan” budaya kita di tanah kita sendiri dari “penjajahan” yang tidak sekejam dan seganas penjajahan di masa lalu?

V.      KESIMPULAN
Setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia masih belum dapat menikmati kemerdekaan yang hakiki. Banyak agresi-agresi dan pemberontakan yang terjadi dn hampir menggoyahkan kedaulatan NKRI. Namun, dengan gagah berani rakyat Indonesia yang tidak mau merasakan ketertindasan untuk kesekian kalinya melakukan perlawanan-perlawanan agar benar-benar dapat merasakan apa yang namanya kemerdekaan. Perlawanan-perlawanan tersebut dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur perang dan jalur diplomasi.
Untuk mengenang jasa-jasa rakyat Indonesia di masa lalu yang telah berjuang mempertahankan kedaulatan NKRI, pemerintah Indonesia mendirikan beberapa monumen perjuangan di beberapa daerah. Monumen-monumen tersebut, diantaranya seperti Monumen Palagan Ambarawa dan Tugu Muda, di Jawa Tengah.

VI.   PENUTUP
Demikianlah laporan ini kami buat, semoga dapat memberi manfaat pada penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umunya. Kami sadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan mengandung banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan-laporan kami selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muh., Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Depag RI, 2009.
Basuki, Rahmad, Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu, Jakarta : Erlangga, 2008.
Haryuni, Dwi, dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial, Solo : Fokus CV. Sindunata, 2011.
Riyanti, Emi, dkk, LKS Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Semester 1, Surakarta : Teguh Karya, 2009.
Riyanti, Emi, dkk, LKS Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Semester 2, Surakarta : Teguh Karya, 2009.


[1] Dwi Haryuni, dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial, Solo : Fokus CV. Sindunata, 2011, hlm. 38-40.
[2] Rahmad Basuki, Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu, Jakarta : Erlangga, 2008, hlm. 53-56.
[3] Emi Riyanti, dkk, LKS Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Semester 2, Surakarta : Teguh Karya, 2009, hlm. 22.
[4] Emi Riyanti, dkk, LKS Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Semester 2, Surakarta : Teguh Karya, 2009, hlm. 17.
[5] Emi Riyanti, dkk, LKS Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Semester 2, Surakarta : Teguh Karya, 2009, hlm. 29.
[6] Muh. Arif, Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta : Depag RI, 2009, hlm. 226-231.
[7] Emi Riyanti, dkk, LKS Ilmu Pengetahuan Sosial dan Sejarah Semester 1, Surakarta : Teguh Karya, 2009, hlm. 24.